::::: tentang hidup :::::
Mei 22, 2020
Tadi malam setelah beberes lemari buku, ga sengaja gue nemu buku yang emang sempat hilang dan itu salah satu buku favorite gue. Buku biografi seorang public figure yang udah gue ikutin kurang lebih sejak 5 tahun lalu. Gue suka banget sama pikiran-pikiran dia. Gue jatuh cinta sama pemikirannya setelah baca blognya yang bagus-bagus banget. Ini menurut gue ya. Kenapa gue suka sama pemikirannya? Karna kebanyakan tulisan dia adalah tentang keresahan-keresahannya sendiri. Tentang apa yang mengganggu pikirannya. Bukan untuk mengkritik sesuatu tanpa solusi (nyinyir doang) tapi juga mengungkapkan pedapatnya agar pembaca dapat berdiskusi bersama.
Ada satu artikel yang dia tulis dan itu sangat mewakili apa yang gue rasakan, dan sudah pasti bisa di tebak bahwa artikel itu menjadi postingan fav gue juga. Judulnya “Life is not a race”. Bercerita tentang keresahan yang dia rasakan yang menimbulkan rasa tidak nyaman ketika orang-orang di sekitarnya terus menerus mempertanyakan hal-hal sensitive yang mengganggu. Mugkin kebanyakan menganggap sebagai jokes aja, tapi nyatanya ga selucu itu.
Gue juga pernah bahkan sering di tanyai berbagai hal yang gue sendiri juga ga tau harus jawab apa. “Ini semua hanya soal waktu”, gerutu gue dalam hati.
Gue tipe orang yang selalu merencanakan segala sesuatu. Tentu gue juga merencanakan masa depan dengan sangat rapih kala itu, walau ternyata harus di rombak total karna alur ceritanya berubah. Gue ga tau mau nyusun darimana lagi rencana hidup gue yang baru, hidup gue terombang ambing. Banyak waktu yang terbuang begitu saja. Saat perubahan itulah, gue mulai di rundung banyak pertanyaan yang ngebuat gue ga nyaman. Pertanyaan yang seolah-olah dapat digunakan sebagai pembuka obrolan, ya walau kadang juga bisa jadi bahan diskusi (yang ujung-ujungnya memojokkan pendapat gue). Dan semuanya terasa menyebalkan.
Terlebih saat beberapa temen dan saudara gue udah mulai menyusun skripsi, dan beberapa sudah magang. Pertanyaan tentang hidup menjadi beban berat yang harus gue pikul sendirian (Yaiyalah, siapa juga yang mau mikul beban hidup orang lain?). Semua semakin menjadi-jadi saat temen-temen sebaya mulai nyebar undangan pernikahan. Belum lagi setiap bertemu teman lama, selalu di tanyakan soal pasangan. Obrolannya pun ga jauh-jauh dari pernikahan. Iya gue paham emang udah umurnya buat memulai hubungan yang serius, tapi gue masih pesimis soal itu. Karna prioritas gue saat ini adalah pendidikan dan karir.
Terus gue mulai mempertanyakan lagi tentang pertanyaan yang terus menerus menghantui. Siapa yang duluan menikah? Di usia berapa gue akan menikah? Kapan gue akan nyusul mereka pakai toga? Kapan gue kerja? Dan lain sebagainya. Setelah itu gue capek sendiri karna pikiran-pikiran yang tidak ada habisnya.
Dan semalam gue diingatkan kembali oleh tulisan yang sudah hampir terlupakan. Terimakasih untuk buku yang akhirnya muncul kembali setelah hilang beberapa bulan, karna buku tersebutlah gue jadi ingat tentang artikel yang udah lama banget pingin gue tulis. “Life is not a race", Iya! Hidup bukanlah perlombaan. Bukan tentang siapa yang lebih dulu mencapai goals, tapi tentang proses dan pembelajaran apa yang dapat kita ambil setelahnya. Di artikel tersebut, gue tertarik dengan kutipan berikut :
“After learning that what you wan’t isn’t necessarily what you’ll get in a hard way, I now know that’s life isn’t a race with everybody else. Life is a place to learn and eventually you will gain something, achieve something.”
Gue jadi sadar kalo apa yang gue jalanin selama ini banyak hikmah yang bisa gue ambil. Tanpa semua itu, mungkin gue masih jadi gue yang dulu. Yang takut menghadapi masalah, yang takut bertemu orang banyak, yang selalu di atur sampai ga berani megang kendali untuk hidup gue sendiri. Dan gue bersyukur untuk semua itu.
Ga perlu menyamakan hidup kita dengan orang lain, karna setiap orang punya kisah dan jalan hidupnya masing-masing. Ga perlu juga menyalahkan takdir, karna takdir ga akan pernah salah.
0 comments