Hello everybody!
Ga kerasa udah pertengahan bulan Januari aja ya. 2022 sudah berjalan dua minggu dan alhamdulillah semua masih berjalan dengan baik. Walau ga selalu sesuai harapan, dalam 24 jam pun ga bisa dijamin akan bahagia terus, tapi selama masih ada alasan untuk bahagia, maka terus berbahagialah.
Btw, setelah dua bulan ga nulis, gue kangen juga untuk bercerita. Dua bulan ini gue juga disibukkan dengan kegiatan yang cukup produktif. Walaupun setiap hari gue selalu bertanya-tanya tentang "kapan mimpi gue bisa terwujud?" Tapi gue selalu sadar lagi dan lagi bahwa semua proses butuh waktu. Dan setiap orang punya waktunya sendiri-sendiri.
Di Desember gue balik lagi ke perushaan lama gue, mulai kerja lagi, bertemu banyak orang baru lagi, dan membuat cerita baru lagi. Mendengar cerita dari orang baru membuat gue merasa hidup kembali setelah pandemi panjang yang membuat setiap orang memiliki batas interaksi.
Dari banyaknya orang yang gue temui dan banyaknya cerita yang gue dengar, topik yang paling membuat gue berpikir dalam-dalam adalah ketika pembahasannya mengenai homoseksual. Topik yang dahulu menjadi pembahasan yang teramat sangat tabu untuk diceritakan, tapi kini itu menjadi pembicaraan yang wajar.
Contohnya saja, ketika gue bercerita dengan teman gue yang ternyata seorang homoseksual. Gue jadi bisa melihat dari sudut pandang baru yang belum pernah gue lihat sebelumnya. Tentang bagaimana mereka mencintai pasangan yang juga sesama gender dengannya. Mulanya gue merasa itu aneh. Bagaimana bisa dua orang yang memiliki gender yang sama menjalani kehidupan layaknya pasangan normal (heteroseksual)? Yang satu berperan sebagai laki-laki tulen dan yang satunya berperan sebagai perempuan feminim. How can?
Tapi itulah yang benar-benar terjadi.
Ketika gue tanya, bagaimana awal mula merasakan getaran cinta itu? mereka menjawab "sama seperti orang normal yang sedang jatuh cinta aja". well.. meskipun gue masih tidak mengerti, namun gue bisa merasakan apa yang mereka rasakan. Bahwa cinta dapat tumbuh tanpa melihat siapa orangnya.
Ironinya, setiap kali gue tanya kenapa bisa menjadi homoseksual? rata-rata mereka menjawab hal yang serupa, yaitu 'Trauma'. Iya, lagi-lagi gue bisa menerima alasan mereka, bahwa trauma memang sangat membekas dan dapat menimbulkan penyakit baru bagi mental. Namun ada juga yang bilang bahwa dia sudah merasakan berbeda sedari dia kecil, tidak tertarik dengan kehidupannya yang dikodratkan sebagai seorang pria.
Jujur saja, berteman dengan mereka cukup menyenangkan, karena mereka tidak seperti laki-laki pada umumnya. Yang sering gue jumpai, yang memandang wanita hanya dengan nafsu. Berteman dengan mereka menyenangkan karna membuat gue dapat merasakkan hal-hal yang tidak pernah gue ketahui sebelumnya. Tentang cara mereka untuk tetap bertahan ditengah kita dan mencoba untuk tidak mengusik kehidupan orang lain meskipun terkadang justru kehidupan mereka lah yang terusik.
Setelah gue membuat tulisan ini, mungkinkah ada yang berfikir bahwa gue feminis?
Gue hanya bercerita tentang pengalaman gue yang sedang merasa beruntung karena dapat bertemu dengan beragam manusia di muka bumi ini, dengan latar dan kisah yang berbeda-beda. Dan ini adalah hal baru di hidup gue. Untuk Feminsime, gue ga peduli. Karena gue bukan bagian dari apapun, gue adalah gue.
Sedikit intermezzo aja, kemarin Jabodetabek merasakan gempa berskala 6,7 SR dari Banten. Dan ketika kejadian, gue sedang kerja di suatu mall di Jakarta dan berada di lt 6. So, getaran itu cukup kencang gue rasakan. Jujur itu membuat gue merasa takut dan badan gue lemas seketika. Bencana alam adalah bentuk teguran dari Allah dan sebagai reminder bagi kita bahwa kematian bisa datang kapan pun dan di manapun. Banyak berdoa ya teman-teman.