Tadi malam setelah beberes lemari buku, ga sengaja gue nemu buku yang emang sempat hilang dan itu salah satu buku favorite gue. Buku biografi seorang public figure yang udah gue ikutin kurang lebih sejak 5 tahun lalu. Gue suka banget sama pikiran-pikiran dia. Gue jatuh cinta sama pemikirannya setelah baca blognya yang bagus-bagus banget. Ini menurut gue ya. Kenapa gue suka sama pemikirannya? Karna kebanyakan tulisan dia adalah tentang keresahan-keresahannya sendiri. Tentang apa yang mengganggu pikirannya. Bukan untuk mengkritik sesuatu tanpa solusi (nyinyir doang) tapi juga mengungkapkan pedapatnya agar pembaca dapat berdiskusi bersama.
Ada satu artikel yang dia tulis dan itu sangat mewakili apa yang gue rasakan, dan sudah pasti bisa di tebak bahwa artikel itu menjadi postingan fav gue juga. Judulnya “Life is not a race”. Bercerita tentang keresahan yang dia rasakan yang menimbulkan rasa tidak nyaman ketika orang-orang di sekitarnya terus menerus mempertanyakan hal-hal sensitive yang mengganggu. Mugkin kebanyakan menganggap sebagai jokes aja, tapi nyatanya ga selucu itu.
Gue juga pernah bahkan sering di tanyai berbagai hal yang gue sendiri juga ga tau harus jawab apa. “Ini semua hanya soal waktu”, gerutu gue dalam hati.
Gue tipe orang yang selalu merencanakan segala sesuatu. Tentu gue juga merencanakan masa depan dengan sangat rapih kala itu, walau ternyata harus di rombak total karna alur ceritanya berubah. Gue ga tau mau nyusun darimana lagi rencana hidup gue yang baru, hidup gue terombang ambing. Banyak waktu yang terbuang begitu saja. Saat perubahan itulah, gue mulai di rundung banyak pertanyaan yang ngebuat gue ga nyaman. Pertanyaan yang seolah-olah dapat digunakan sebagai pembuka obrolan, ya walau kadang juga bisa jadi bahan diskusi (yang ujung-ujungnya memojokkan pendapat gue). Dan semuanya terasa menyebalkan.
Terlebih saat beberapa temen dan saudara gue udah mulai menyusun skripsi, dan beberapa sudah magang. Pertanyaan tentang hidup menjadi beban berat yang harus gue pikul sendirian (Yaiyalah, siapa juga yang mau mikul beban hidup orang lain?). Semua semakin menjadi-jadi saat temen-temen sebaya mulai nyebar undangan pernikahan. Belum lagi setiap bertemu teman lama, selalu di tanyakan soal pasangan. Obrolannya pun ga jauh-jauh dari pernikahan. Iya gue paham emang udah umurnya buat memulai hubungan yang serius, tapi gue masih pesimis soal itu. Karna prioritas gue saat ini adalah pendidikan dan karir.
Terus gue mulai mempertanyakan lagi tentang pertanyaan yang terus menerus menghantui. Siapa yang duluan menikah? Di usia berapa gue akan menikah? Kapan gue akan nyusul mereka pakai toga? Kapan gue kerja? Dan lain sebagainya. Setelah itu gue capek sendiri karna pikiran-pikiran yang tidak ada habisnya.
Dan semalam gue diingatkan kembali oleh tulisan yang sudah hampir terlupakan. Terimakasih untuk buku yang akhirnya muncul kembali setelah hilang beberapa bulan, karna buku tersebutlah gue jadi ingat tentang artikel yang udah lama banget pingin gue tulis. “Life is not a race", Iya! Hidup bukanlah perlombaan. Bukan tentang siapa yang lebih dulu mencapai goals, tapi tentang proses dan pembelajaran apa yang dapat kita ambil setelahnya. Di artikel tersebut, gue tertarik dengan kutipan berikut :
“After learning that what you wan’t isn’t necessarily what you’ll get in a hard way, I now know that’s life isn’t a race with everybody else. Life is a place to learn and eventually you will gain something, achieve something.”
Gue jadi sadar kalo apa yang gue jalanin selama ini banyak hikmah yang bisa gue ambil. Tanpa semua itu, mungkin gue masih jadi gue yang dulu. Yang takut menghadapi masalah, yang takut bertemu orang banyak, yang selalu di atur sampai ga berani megang kendali untuk hidup gue sendiri. Dan gue bersyukur untuk semua itu.
Ga perlu menyamakan hidup kita dengan orang lain, karna setiap orang punya kisah dan jalan hidupnya masing-masing. Ga perlu juga menyalahkan takdir, karna takdir ga akan pernah salah.
:: Hari-hari selama PSBB ::
2 bulan sudah PSBB di tetapkan, itu berarti sudah 2 bulan pula gue kekurung di rumah dan ga bisa kemana-mana dengan bebas. Dari yang biasanya 24/7 waktu yang gua punya hampir selalu di penuhi dengan aktifitas di luar rumah, sekarang semuanya di lakukan di dalam rumah. Dunia seolah berubah 180 derajat. Dan ini sangat merubah kebiasaan-kebiasaan gue.
Yang dulu gue selalu pergi pagi pulang malam, sekarang tidur pagi karna malam terjaga. Pola hidup yang sangat buruk. Kantung mata pun sudah bisa di jadiin pengganti kantung belanja di supermarket. Malu aja rasanya sama diri sendiri, bukan makin produktif malah lebih banyak buang waktu dan ga aktif.
Gue memang tipe orang yang harus punya planning dulu baru bisa gerak. Kalo ga ada planning untuk melakukan sesuatu, ya gue bakal jadi kaum rebahan profesional. Sedangkan di awal udah gue katakan kalo aktifitas gue lebih banyak di luar. Sekarang hidup yang gue jalanin ga bisa membuat hari-hari gue produktif.
Memang, produktif itu ga harus dengan kegiatan berat. Seperti menulis dan membaca juga bisa menjadi kegiatan yang produktif, tapi jika hanya itu yang di kerjakan sehari-hari cukup menumbuhkan kejenuhan. Beberapa minggu ini pun, banyak tugas kuliah yang terbengkalai karna memang udah muak ngeliat kertas dan terus menerus menatap monitor. Jangan ditiru ya, ini tidak baik.
Apalagi di bulan puasa ini. Masih dengan pola tidur yang sama tapi harus bangun lebih awal untuk sahur, membuat hidup semakin tak menentu. Pagi hari yang seharusnya di gunakan untuk aktifitas, sekarang cuma diisi dengan tidur sampe siang. Siangnya nugas atau nonton, sorenya baru bergerak menyiapkan bukaan. Malamnya udah bingung mau melakukan apa lagi. Seperti itu polanya di hampir setiap hari.
Berharap PSBB ini di cabut dan keadaan kembali normal, gue udah kangen banget buat berinteraksi secara langsung dengan teman-teman dan keluarga yang jauh. Kangen banget untuk bisa beraktifitas di luar untuk kuliah, olahraga, nongkrong canci, kerja, atau sekadar jalan-jalan.
Dan gue pingin hidup gue kembali normal seperti sedia kala. Pingin ngerubah pola hidup seperti dulu lagi. Hmm terdengar sangat menyenangkan..
Dear Covid-19, cepatlah berakhir. Sebelum gue berubah menjadi kawanan burung hantu yang aktif di malam hari 🦉
“pendiam, pemalu, pemurung, ga asik, kaku, ga suka keramaian, ansos, kutu buku, anak rumahan, jaim banget”
Pandangannya sih begitu, tapi apa yang aku rasakan berbeda tuh.
Mostly benar. Cuma sudut pandangnya aja yang berbeda.
Coba di uraikan satu persatu dulu ya -
Pendiam – buat yang ga kenal, mungkin introvert terlihat seperti pendiam yang susah untuk diajak berkomunikasi. Ga suka banyak bicara dan lebih banyak berimajinasi. Sebenarnya mereka hanya belum menemukan teman ngobrol yang pas dan nyaman aja. Karena pola pikir dan cara pandang mereka tentang dunia itu berbeda. Tubuhnya terlihat diam, namun tidak dengan fikirannya yang selalu ramai. Mereka menyukai obrolan yang berkualitas dan mendalam, dan kurang menyukai pertanyaan basa basi. Mungkin itu mengapa terkadang introvert terkesan sombong seakan tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Jika pernah menganggap introvert seperti itu, sepertinya kamu kurang mengenali orang tersebut.
Pemalu – Aku tidak terlalu yakin apa semua introvert pemalu. Yang aku tau, mereka tidak suka menjadi pusat perhatian. Sehingga saat seseorang meminta pendapatnya di muka umum, introvert merasa sangat grogi. Karena itu, introvert sangat suka menyampaikan idenya melalui sebuah karya. Namun, ada juga beberapa Introvert yang suka mempresentasikan hasil pemikiran dan karyanya di muka umum, baginya saat presentasi adalah cara yang tepat untuk sharing pengetahuannya dengan orang banyak.
Pemurung – Seperti yang sudah di katakan di awal, introvert memang terlihat diam. Namun, pikirannya selalu ramai dengan banyak hal. Dan tidak pernah ada yang tau apa yang sebenarnya sedang ia pikirkan. Baik atau buruk, menyenangkan atau menyedihkan, dan sebagainya. Dan mungkin, pikiran tersebutlah yang membuat raut wajah dan moodnya berubah-ubah setiap saat. So mysterious!
Kaku dan Ga asik - Come on, kalian tidak bisa menilai seseorang hanya dengan berbicara atau bertemu dengannya beberapa kali saja. Mungkin ekstrovert lebih bisa mengekpresikan perasaannya lebih baik dari pada introvert di pertemuan pertama. Tapi, jika kamu sudah benar-benar mengenal orang introverts mungkin kamu akan terkejut betapa bawel dan rewelnya dia. Kamu bisa menceritakan dan bercerita tentang banyak hal dengannya. Karna ternyata, introverts tidak sekaku yang kalian bayangkan. Dia hanya butuh waktu untuk menyesuaikan lingkungan barunya.
Ga suka keramaian – Hmmm, keramaian memang sangat menguras energy. Bertemu dengan orang banyak, mendengarkan mereka berbicara, menanggapi dan memberi komentar tentang suatu hal di forum diskusi adalah suatu hal yang cukup melelahkan bagi introverts. Introverts lebih menyukai pembicaraan yang mendalam dan hanya dengan segelintir orang. Tapi, tahukah bahwa introvert juga tidak terlalu menyukai kesepian? Mereka sangat menyukai tempat dimana mereka di kelilingi oleh orang-orang yang di cintainya.
Antisosial – NO! introvert suka sekali berada di kegiatan amal, bakti sosial, kunjungan yayasan, dan berbagi dengan sesama. Tidak berbeda jauh dengan ektrovert kan? Tapi karena kegiatan semacam itu mengharuskan mereka bertemu dengan orang banyak, mereka akan butuh waktu banyak pula untuk memulihkan energy kembali dengan mengurung diri dan membatasi komunikasi dengan orang banyak. Jadi, bukan ansos ya.
Kutu Buku – kalo ini aku kurang mengerti. Karna menurutku, kutu buku hanyalah bentuk kegiatan. Dan mungkin, tidak semua introverts suka membaca buku. Atau menjadikan aktifitas membaca buku sebagai kegiatan utama yang di lakukan untuk mengisi waktu ‘me time’ nya. Banyak loh introverts yang lebih menyukai kegiatan seperti fotografi, melukis, menulis atau mungkin menyanyi. Jadi ga bisa ya “Kutu Buku” di sematkan sebagai karakter seorang introverts. Ya walaupun itu merupakan kegiatan bermanfaat dan baik.
Anak Rumahan – banyak yang bilang begitu. Karna biasanya introverts bersembunyi di dalam rumahnya untuk sementara waktu sampai mereka merindukan udara luar dan berinteraksi kembali dengan banyak orang. Dan pada masa isolasi diri ini, introvert akan sangat senang saat acara yang sudah di jadwalkan mendadak batal. Itu artinya ada waktu tambahan untuk memulihkan energy. Untuk point satu ini, aku sedikit setuju soal introvert yang anak rumahan.
Jaim – mungkin karna introvert lebih banyak bungkam dan sedikit berinteraksi di depan public, makanya banyak yang menilai bahwa introverts sangat jaim. But, coba dekati lagi. Aku rasa kamu masih kurang mengenalnya lebih dalam. Karna introvert tidak akan sungkan menjadi dirinya sendiri di depan orang yang mampu membuatnya merasa nyaman.
Ohiya, pernah ada seseorang bertanya padaku seperti ini :
“kamu pendiam banget, bagimana cara kamu memulai pertemanan dengan orang lain kalo kamu aja pendiam dan tertutup? Bagaimana orang lain bisa mengenalmu? Bagaimana cara teman-temanmu berinteraksi denganmu?”
So, jawabannya adalah –
“Aku tidak suka dengan orang yang cepat menilai orang lain tanpa mengenalnya lebih dulu. Aku rasa ekstrovert juga akan tertutup dengan orang baru yan belum benar-benar ia kenali. Karna menurutku, perbedaan introvert dan ekstrovert adalah pola pikir dan cara mereka menyampaikan isi pikirannya. Bukan dengan apakah orang itu terbuka atau tertutup. Orang bisa mengenalku dengan proses yang panjang. Aku tidak mudah mempercayai orang, ini terlepas dari aku introvert atu ekstrovert loh ya. Jadi cara orang mengenalku adalah jangan coba-coba mengusik privasiku, karna itu membuatku risih dan ingin menjauh sesegera mungkin. Introvert masih manusia biasa seperti yang lain. Jadi jika ingin berinteraksi denganku, cukup tatap mataku dan ajaklah aku berbicara. Dan untuk mereka yang sudah menjadi temanku, mereka akan memperlakukanku sama dengan yang lain. Mereka berbicara tentang banyak hal, mengajakku berpergian kebeberapa tempat, menghabiskan banyak waktu bersama, kulineran, nonton film, tertawa, photobooth dan masih banya lagi. Iya, aku sudah nyaman dengan temanku, dan aku akan menjadi diriku sendiri di hadapan mereka, dan mereka sepertinya tidak pernah peduli apa aku introvert atau ekstrovert. Selama aku meng-iyakan semua kegiatan yang mereka tawarkan, maka aku akan melakukannya.”
Nah ini pandangan aku aja ya. Tulisan ini juga Real berdasarkan pikiran dan pengalamanku pribadi. Mungkin pendapat orang akan berbeda dengan pendapatku. Semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan agar kita bisa lebih peka dengan orang sekitar. Karna perbedaan itu unik!