Lahir dari keluarga besar yang seluruhnya adalah muslim, membuat aku bertanya-tanya apa itu toleransi beragama? Selama ini aku terbiasa hidup dengan keseragaman bukan keberagaman. Dimana dahulu aku mengira bahwa hanya Islam saja Agama yang ada di Indonesia.
Mungkin saat itu aku masih
terlalu dini untuk mengerti toleransi, sehingga aku tidak terlalu peduli dengan
adanya perbedaan. Saat memasuki sekolah dasar, keberagaman mulai jelas terlihat.
Ketika aku melihat sebagian besar murid perempuan disekolahku menggunakan
seragam muslim dan lainnya tidak. Awalnya ku kira itu adalah sebuah pilihan.
Hingga diusiaku yang ke 7, barulah aku tahu bahwa Agama bukan hanya Islam saja.
Sedikit cerita, kala itu aku duduk
dibangku SD dan bertemu dengan seorang teman, Rebecca namanya. Aku
pernah bertanya, mengapa dia memakai seragam putih merah di hari jumat ketika seharusnya
semua siswa memakai seragam muslim? Dia menjawab dia bukanlah seorang muslim. Jawaban Rebeca
jelas membuatku bingung dan bertanya-tanya, “Jika bukan muslim, lalu dia orang
apa?” dengan polosnya aku mengira bahwa Islam adalalah salah satu Suku atau Ras
yang ada di Indonesia.
Mungkin karena aku terlalu minim
pengetahuan atau aku yang sedikit terlambat mengenal Keberagaman. Aku pun mulai
mencari tahu,
“Apa itu toleransi?”
“Bagaimana cara bertoleransi?”
“Kenapa kita bisa hidup ditempat
yang sama, cara yang sama, budaya yang sama, namun berbeda Keyakinan?”
“Apa yang mereka sembah? Apakah
sama dengan yang aku sembah?”
Perjalananku untuk mengetahui
lebih luas tentang toleransi beragama tidaklah sebentar. Aku tidak langsung
mendapatkan jawaban saat itu juga. Bahkan meskipun aku sudah tahu adanya agama
selain Islam, tetap saja dulu aku suka mengejek dan mencela teman-temanku yang
tidak seiman denganku, menganggap mereka aneh, dan tidak boleh didekati. Tidak
terbayang olehku bagaimana perasaan mereka karna menjadi kaum minoritas, yang terus menerus
dipandang sebelah mata. Seiring bertambahnya usia, pengalaman, pengetahuan,
barulah aku dapat menyimpulkan definisi bertoleransi menurutku sendiri.
Dibangku sekolah menengah aku
mulai berteman dan bersahabat dengan mereka, teman-teman minoritasku. Aku
memberanikan diri untuk bertanya dan mencaritahu banyak hal tentang keyakinan
mereka, mulai dari sejarah dibalik hari
besar keagamaannya, hal-hal yang boleh dan dilarang oleh agamanya, bagaimana
agamanya memandang agama lain, cara mereka beribadah, dan masih banyak lagi.
Faktanya, dari merekalah aku baru
memahami toleransi lebih dalam melebihi pemahaman yang selama ini aku dapatkan
dari guru agamaku disekolah atau guru ngajiku diluar sekolah. Bahkan,
keluargaku sendiri tidak memberi pemahaman kepadaku lebih jauh tentang bagaimana
cara bertoleransi dengan umat beragama lain.
Bertoleransi bagiku lebih dari
sekadar saling mengharagai dan memberi ruang kepada masing-masing umat beragama
agar dapat melaksanakan kewajibannya terhadap Tuhan YME. Tapi lebih dari itu,
bertoleransi berarti melaksanakan Rukun Iman yang ketiga, yaitu percaya kepada
Kitab-kitab Allah. Karena aku yakin, setiap Kitab yang Allah turunkan pasti
mengajarkan kebaikan. Itu mengapa aku tidak suka ketika ada seseorang yang
berstatus sebagai pelaku keajahatan, tapi justru agamanyalah yang disudutkan.
Misalkan saja tindakan terorisme,
sudah bisa aku tebak ketika kita mendengar kata “teroris” hampir pasti yang
terlintas dibenak kita adalah "Islam." Mengecewakan memang ketika agama
dijadikan bahan politik. Terlebih saat ini Isalam mendapat banyak pandangan
negative dari beragai pihak. Bahkan di Negara yang mayoritasnya Islam sekalipun
tidak membuat nama Islam bersih dari stigma negative yang masyarakat berikan.
Sesekali masih aku temui
orang-orang yang menertawakan wanita-wanita bercadar, padahal itu pilihan hidup
yang mereka inginkan. Meskipun terlihat sedikit ekstream, tetap saja kita tidak
punya hak untuk menganggu kebebasan mereka bereskpresi melalui pakaian yang
mereka gunakan. Sama halnya dengan wanita bercadar yang tidak berhak
mengomentari wanita berpakaian terbuka. Karena menghargai pilihan hidup orang
lain merupakan contoh kecil dari sebuah toleransi, kan?
Atau kisah lainnya yang pernah terjadi di Indonesia, yakni kisah seorang yang melakukan penistaan terhadap
agama lain. Bukan hanya pelaku tersebut yang mendapat hukuman, tapi juga agama
yang dianutnya. Semua orang berbondong-bondong menghina agamanya, menyerang
Tuhan dan Keyakinannya. Membuat semua penganut agama yang sama dengan sang
pelaku, merasa kecewa dan sakit hati. Apakah saling mendendam adalah sebuah tindak
nyata dari arti kata "bertoleransi"?
Penjabaran toleransi bagiku
sangatlah luas, bahkan hingga saat ini aku masih belajar untuk lebih bisa
menerima perbedaan. Toleransi tidak hanya bicara tentang saling menghargai,
tapi juga memaafkan, mengikhlaskan, dan menerima perbedaan itu sendiri. Karena
sejatinya, bersama tidak harus sama. Kita masih bisa tetap bersama, tumbuh dan
besar dilingkungan yang sama, hidup dengan kebiasaan yang sama, meskipun ditengah
perbedaan yang ada dengan hadirnya toleransi dan rasa syukur.