Goresan Luka
Maret 22, 2021Kala itu, aku seperti udara yang terjebak diruang hampa, tertutup tembok besar yang kuat, serta rapat tanpa celah. Aku pun tidak tahu bagaimana cara ku untuk keluar, apalagi cara untuk memberi tempat kepada orang lain agar bisa masuk dan menemaniku didalam. Aku terjebak! Didalam ruang kedap suara yang aku bangun sendiri.
Suatu hari aku mencoba bangkit, dari rasa sakit sebab luka lama yang masih bersarang. Meskipun bekasnya belum kembali utuh, bahkan terkadangan goresan kenangan mampu membuat luka itu kembali berdenyut. Kamu muncul dari tempat yang tidak aku ketahui, berusaha menerobos tembok kokoh yang lama memenjarakan aku didalamnya. Dengan tekadmu yang kuat, kamu berhasil membawaku keluar. Untuk kembali melihat dunia.
Dunia indah nan terang, sampai aku kesulitan untuk melihat wajahmu karna terangnya menusuk tajam menembus kedua bola mataku. Aku hanya mengikuti kemana kaki kita berlari, karena kau pun terus mengenggam tanganku pergi.
Kemudian kita duduk, dibawah pohon yang sangat teduh untuk beristirahat, saling memandang untuk mengingat. Saat itu kamu bertanya, apakah ingin berjalan bersama? tentu saja aku jawab, iya.
Sejak itu petualangan kita dimulai, aku berhasil menemukan tujuanku kembali dan kamu berjalan mengejar mimpi. Meski terpisah jarak yang tidak mudah untuk digapai, kita tetap satu tujuan. Aku merasa telah menemukan hidupku yang baru, lukaku pulih dan bekasnya pun tidak tersisa. Semua berjalan sangat baik, terlalu baik. Sampai aku pun terlambat menyadari, bahwa ada emosi yang selalu terpendam.
Aku merasa, kamu terlalu baik untukku jadikan tempat mencurahkan isi hati, terlalu baik untuk aku meluapkan segala uneg-uneg tentangmu. Sehingga aku terus memaksa diriku untuk menelan bulat-bulat semua hal yang seharusnya aku muntahkan. Aku terlalu cepat menyimpulkan bahwa kamu sempurna, bahkan aku lupa bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Setelah menetapkanmu menjadi orang yang spesial dihatiku, aku justru seperti menyayat lukaku yang sudah lama sembuh.
Tanpa alasan yang jelas, kamu perlahan melangkah pergi. Mulai mengurangi intensitas kita untuk berkomunikasi. Padahal, saat terpisah jarak, komunikasi adalah satu-satunya cara untuk kita tetap dekat.
Kini, aku kembali sendiri. Tapi tak akan menjebak diriku kedalam ruang hampa itu lagi, aku tidak ingin dikeluarkan oleh siapa-siapa lagi. Aku tidak ingin juga mengubur diriku dalam-dalam lagi. Kali ini, aku hanya ingin membawa hatiku pergi, membebaskannya ke alam untuk merasakan segarnya udara lepas. Meski tidak dimiliki siapa-siapa, tak apa. Aku yakin, semua kisah akan menjadi pengalaman berharga.
Aku jadi tahu, bahwa yang datang dengan segala harap, ternyata bisa pergi tiba-tiba dan menghilang seperti tidak pernah ada. Kehilangan memang menyakitkan, tapi tidak seharusnya kehilang menjadikan aku berbeda.
0 comments