PELAKOR/PEBINOR? NOPE!

Juli 02, 2021




Ada kosa kata yang cukup trend dikalangan masyarakat sejak beberapa tahun terakhir, yaitu PELAKOR (Perebut Laki Orang). setalah kata tersebut viral dan intensitas pemakaiannya meningkat, sebagian orang menolak kata tersebut karna konotasinya terlalu memojokkan perempuan. Sedangkan pada umumnya, berdasarkan kasus yang terjadi bahwa kata tersebut digunakan pada perselingkuhan antara suami orang dengan orang ketiganya (perempuan), dan atas keinginan bersama bukan hanya keinginan sebelah pihak (perempuan) saja, Artinya mereka melakukan perselingkuhan itu secara sadar dan saling menyukai.


Setelah kata pelakor viral, disusul pula istilah baru yaitu PEBINOR (Perebut Binik Orang). Hampir sama dengan pelakor, konotasi yang digunakan dalam kata pebinor terlalu merancu dan memojokkan satu gender saja (laki-laki). Tentunya pemaknaan kata dalam kasus yang ada kurang tepat dan terasa kurang "adil". 


Menurut gue, ketika ada perselingkuhan yang hadir dikehidupan pernikahan seseorang, maka yang menjadi korban hanyalah pasangan sahnya saja. Itu artinya, baik pria atau wanita yang menjadi orang ketiga dan pasangannya (si peselingkuh) adalah pelaku. alangkah baiknya jika hujatan yang dilontarkan masyarakat harus setimpal tanpa memandang gender. Karena sudah jelas yang salah adalah keduanya, bukan hanya salah satunya saja.


"Tapi kan yang jadi simpenan tau kalau pasangannya sudah berkeluarga, kenapa mau? berarti dia ngasih kesempatan buat peselingkuh untuk mendekatinya dong?"


Ya, memang. Seperti yang gue sebutkan tadi, yang menjadi korban hanya pasangan sahnya. Baik si peselingkuh atau pun si orang ketiga, meraka ga ada yang benar. Dua-duanya salah. Kalau ditanya kenapa si orang ketiga mau/memberi peluang? Ya namanya juga hati lagi berbunga-bunga, mana sadar salah atau benar. Lagian siapa sih orang yang ga senang kalau dirinya merasa dicintai, disayangi, apalagi dijadikan prioritas?!


Disini gue ga akan bahas benar-salah, gue cuma mau bahas penggunaan kata yang kurang tepat saja. Menurut gue, daripada menggunakan kata yang akhirnya hanya menyudutkan 1 tersangka, akan lebih baik kalau para tersangka disematkan sebagai Perusak Hubungan Orang (PHO). 


Jujur, sebagai perempuan gue sangat prihatin dengan istilah pelakor. Karna yang gue lihat, keduanya sama-sama salah, tapi kenapa hanya perempuannya saja yang dipojokkan. "genitlah, matrelah, murahanlah".. Padahal, mungkin saja yang membuka pintu lebih dulu adalah si laki-lakinya. Dalam kasus seperti ini saja, gender perempuan sudah dibuat lemah. Terlebih, yang menyematkan kata-kata seperti itu adalah sesama kaum perempuan.


Balik lagi, gue sedang tidak membahas siapa yang benar atau siapa yang salah. Karena bagi gue perselingkuhan adalah cara terendah untuk memulai ataupun mengakhiri sebuah hubungan. Tapi kata pelakor dan pebinor yang hanya menyudutkan satu pelaku saja, dan pelaku yang satunya bisa hidup enak tanpa dihantui stigma negatif masyarakat, itu tidak adil.


Jadi, akan lebih baik jika kita menyamaratakan gender pelaku dengan tidak merendahkan gender yang lain. Mulailah menilai seorang pelaku berdasarkan keslahannya, bukan gendernya. 

You Might Also Like

0 comments

EVERY CLOUD HAS A SILVER LINING